NASIONAL – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menegaskan bahwa kualitas rumah subsidi jauh lebih penting dibanding sekadar ukuran tanah dan bangunan. Menurutnya, banyak rumah yang secara ukuran sudah memenuhi standar, namun belum tentu layak huni dari sisi kualitas konstruksi dan pengembang.
“Jadi bagi saya bukan soal ukurannya saja. Tapi juga sebenarnya kualitas pengembangnya dan sebagainya. Itu yang paling penting,” kata Ara saat ditemui di kantor Kementerian PKP pada Jumat (tanggal disesuaikan).
Ara menyampaikan, pemerintah tengah menyusun draf kebijakan terbaru mengenai rumah subsidi. Salah satu rencananya adalah penyesuaian ukuran minimum dan maksimum luas tanah dan bangunan rumah bersubsidi. Namun, ia menegaskan bahwa draf tersebut masih dalam tahap awal dan belum menjadi keputusan final.
Menurut Ara, pemerintah akan terus membuka ruang diskusi dan menerima masukan dari berbagai pihak sebelum kebijakan itu diambil secara resmi. “Dalam mengambil suatu kebijakan, kita men-soundingkan ke publik ini drafnya, sehingga ada masukan-masukan. Ya, begitu baru nanti pada waktunya kita mengambil keputusan,” jelasnya.
Ara juga menyebut bahwa telah dilakukan dialog dengan para pengembang. Ia menyadari bahwa akan selalu ada pro dan kontra atas setiap kebijakan yang dirancang. Namun, justru perbedaan pendapat itu dianggapnya sebagai bagian dari proses demokratis dalam pembuatan kebijakan publik.
Sebelumnya, dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, pemerintah berencana mengatur ulang batasan luas rumah subsidi. Untuk rumah tapak, luas tanah diusulkan paling kecil 25 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Sedangkan luas bangunan diatur antara 18 hingga 36 meter persegi.
Dengan draf ini, pemerintah ingin memastikan rumah subsidi tetap terjangkau namun memiliki kualitas yang memadai dan layak huni, bukan hanya memenuhi aspek ukuran semata.