NASIONAL – Pemerintah Indonesia berencana mengembangkan teknologi kabel optik bawah laut sebagai bagian dari sistem peringatan dini tsunami nasional. Teknologi ini dirancang untuk meningkatkan akurasi dan jangkauan deteksi bencana, khususnya yang disebabkan oleh aktivitas seismik di zona megathrust.
Pengembangan ini merupakan hasil kolaborasi antara Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Telkom Indonesia, yang akan diintegrasikan dengan sistem peringatan dini tsunami milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
“Semacam riset inovasi teknologi yang diperlukan memperkuat sistem peringatan dini tsunami yang sudah ada,” ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, saat ditemui di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan bahwa kabel optik bawah laut kini tak hanya digunakan untuk pertukaran data dan komunikasi, tetapi juga bisa dimanfaatkan sebagai sensor untuk mendeteksi tekanan atau gelombang bawah laut—indikator awal terjadinya tsunami.
“Jika kabel optik ini dapat digunakan untuk mendeteksi tsunami, maka distribusi sensor bisa lebih merata ke seluruh wilayah, termasuk kawasan laut yang saat ini belum memiliki sistem deteksi,” tambah Dwikorita.
Teknologi ini dinilai relevan karena kabel optik sudah tersebar luas di perairan Indonesia. Dengan pemanfaatan yang tepat, sistem peringatan dini bisa menjadi lebih responsif dan merata, termasuk di area rawan gempa seperti zona megathrust.
Namun, Dwikorita menegaskan bahwa teknologi kabel optik bawah laut harus melalui tahapan uji kelayakan dan kesesuaian dengan standar nasional sebelum diintegrasikan dengan Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS).
“Integrasi teknologi harus memenuhi standar ketat. Sistem peringatan dini tsunami bukan sekadar soal teknologi, tapi juga menyangkut kecepatan respons, ketepatan informasi, dan keselamatan jutaan jiwa,” tegasnya.
Sebagai informasi, Indonesia dikelilingi oleh 13 zona megathrust yang berpotensi menimbulkan gempa besar. Dua zona paling berisiko adalah segmen Selat Sunda yang membentang di selatan Jawa-Bali, serta zona Mentawai-Siberut di barat Sumatera. Kedua wilayah ini belum mengalami gempa besar selama ratusan tahun, sehingga berpotensi menimbulkan bencana besar jika terjadi pergerakan tektonik.
BMKG menyatakan siap mendukung validasi dan integrasi teknologi kabel optik bawah laut ke dalam sistem nasional sebagai bagian dari kolaborasi riset dan industri untuk perlindungan masyarakat dari bencana.