Faktabandung.id, NASIONAL – Cita-cita besar Indonesia untuk mewujudkan swasembada energi tidak bisa dilepaskan dari peran vital industri hulu minyak dan gas bumi (migas). Sebagai negara yang masih sangat bergantung pada bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi hingga kelistrikan, sektor ini menjadi tulang punggung ketahanan energi nasional.
Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah terus berupaya menghadirkan iklim investasi yang menarik. Pasalnya, skala modal di sektor ini tidak lagi bermain di angka miliaran rupiah, melainkan telah menyentuh angka miliaran dolar Amerika Serikat (AS).
Menilik data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), arus modal yang masuk menunjukkan angka yang signifikan. Hingga Agustus 2025, total investasi hulu migas tercatat telah mencapai 8,9 miliar dolar AS atau setara Rp147,96 triliun.
SKK Migas sendiri menargetkan total investasi pada tahun 2025 ini bisa menembus angka 16,5 miliar hingga 16,9 miliar dolar AS, atau sekitar Rp269,07 triliun.
Meski angka investasi umum terlihat besar, lampu kuning menyala di sektor eksplorasi. Realisasi investasi untuk pencarian cadangan baru ini masih tergolong rendah.
Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto, mengungkapkan data yang cukup memprihatinkan terkait capaian eksplorasi dibandingkan target yang ditetapkan.
“Dari target 1,5 miliar dolar AS (Rp24,94 triliun) pada 2025, baru sekitar 500 juta dolar AS (Rp8,31 triliun) yang terealisasi hingga Agustus,” sebut Djoko Siswanto.
Sebagai perbandingan, investasi eksplorasi pada tahun 2024 lalu tercatat sebesar 1,3 miliar dolar AS (Rp21,61 triliun). Penurunan tren atau lambatnya realisasi ini menjadi tantangan serius.
Padahal, Indonesia sangat membutuhkan investasi hulu migas khususnya di bidang eksplorasi untuk mendongkrak produksi. Ketua Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Peningkatan Produksi/Lifting Migas, Nanang Abdul Manaf, menegaskan urgensi hal tersebut.
“Tak ada cara lain untuk meningkatkan lifting migas selain eksplorasi,” tegas Nanang.
Pemerintah sejatinya tidak tinggal diam. Berbagai insentif telah digelontorkan untuk merayu investor agar mau menanamkan modalnya di Indonesia. Mulai dari tawaran reformasi fiskal, percepatan perizinan, hingga peningkatan daya tarik investasi eksplorasi di wilayah frontier (wilayah baru).
Namun, semua insentif tersebut dinilai belum cukup tanpa adanya fondasi hukum yang kuat. Terdapat satu unsur krusial yang tak bisa diabaikan, yakni kepastian regulasi melalui revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Revisi UU Migas ini dinilai sebagai kunci utama untuk memberikan kepastian hukum jangka panjang bagi para investor kakap dunia.















