Faktabandung.id, NASIONAL – Komite I DPD RI mendesak Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) agar segera memberikan kepastian hukum terkait status desa di kawasan hutan. Hal ini dinilai mendesak untuk menyelesaikan konflik tenurial (kepemilikan lahan) dan mengatasi potensi kemiskinan struktural.
Desakan tersebut merupakan salah satu poin kesimpulan dari rapat kerja Komite I DPD RI bersama Mendes PDT Yandri Susanto dan Wamendes PDT Ahmad Riza Patria di Jakarta, Senin (10/11/2025).
“Komite I DPD RI mendesak pemerintah melalui Kementerian Desa dan PDT segera menyelesaikan konflik tenurial dan memberikan kepastian hukum status desa di dalam dan sekitar kawasan hutan,“ kata Wakil Ketua III Komite I DPD RI, Muhdi, saat membacakan kesimpulan rapat.
Sebelumnya, Kemendes PDT telah menyatakan siap berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) untuk menuntaskan masalah pelik ini.
Mendes PDT Yandri Susanto mengungkapkan skala masalah yang dihadapi tidak main-main.
“Kami juga akan konsultasi dan koordinasi dengan Kementerian Kehutanan karena itu juga lebih seru lagi sebenarnya. Ada 3.000 desa yang 100 persen masuk dalam kawasan hutan,” kata Mendes Yandri.
Ia mencontohkan salah satu kasus ironis yang terjadi di Desa Sukawangi, Kabupaten Bogor. Desa tersebut telah ada sejak tahun 1930, namun pada tahun 2014 ditetapkan sebagai kawasan hutan.
“Ternyata pada 2014 desa itu menjadi kawasan hutan 100 persen. Padahal, sekolahnya sudah banyak, yang didirikan dengan APBN, APBD, jalan raya sudah ada, pondok pesantrennya banyak, puskesmas pembantunya sudah ada, rakyatnya bayar PBB, punya sertifikat, ikut pemilu terus. Kantor desa yang sudah berdiri sebelum SK Kehutanan itu ada,” ucapnya menjelaskan.
Yandri menegaskan, penataan status desa di kawasan hutan ini sangat mendesak. Tanpa langkah komprehensif, desa-desa tersebut akan terus mengalami ketidakpastian administrasi.
Mantan Wakil Ketua MPR RI itu memaparkan setidaknya ada lima dampak negatif jika masalah ini tidak segera diurus:
- Masyarakat kesulitan mengakses program pembangunan.
- Konflik masyarakat dengan negara atau swasta akan terus berkepanjangan.
- Akses ekonomi tetap tertutup.
- Tekanan ekonomi akan mendorong deforestasi (perambahan hutan).
- Masyarakat menjadi tidak produktif sehingga sulit mencapai kemandirian pangan dan energi.
“Hal-hal negatif lainnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, akan terjadi kalau ini tidak kita urus secara komprehensif,” ujarnya.















