Faktabandung.id, NASIONAL – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penyitaan aset dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Kali ini, penyidik menyita 18 aset tambahan dari tersangka Jamal Shodiqin (JS).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa penyitaan tersebut dilakukan pada Senin (13/10/2025) setelah pemeriksaan terhadap tersangka. Aset yang disita berupa bidang tanah yang berlokasi di Karanganyar, Jawa Tengah.
“Kemarin penyidik melakukan pemeriksaan sekaligus penyitaan 18 aset dalam bentuk bidang tanah yang berlokasi di Karanganyar, Jawa Tengah, dari tersangka JS,” ujar Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Dengan penambahan ini, total aset yang telah disita KPK dari tersangka Jamal Shodiqin kini berjumlah 44 item. Aset-aset tersebut diduga kuat berasal dari hasil tindak pidana pemerasan.
“Aset-aset tersebut diduga berasal dari dugaan tindak pemerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum di Kementerian Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Meskipun disita dari Jamal Shodiqin, KPK menduga aset tersebut sebenarnya dikelola oleh JS atas nama tersangka lain, yaitu Haryanto (H).
Praktik Diduga Terjadi Sejak Era Cak Imin
Dalam pengembangan kasus pemerasan RPTKA Kemenaker ini, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka, termasuk beberapa aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker. Para tersangka diduga telah mengumpulkan uang sekitar Rp53,7 miliar dari hasil pemerasan dalam kurun waktu 2019-2024 pada masa kepemimpinan Menteri Ida Fauziyah.
Modus yang digunakan adalah mempersulit penerbitan RPTKA, yang merupakan syarat wajib bagi tenaga kerja asing di Indonesia. Tanpa RPTKA, izin kerja dan tinggal akan terhambat, sehingga pemohon terpaksa memberikan sejumlah uang kepada para tersangka untuk menghindari denda.
KPK mengungkapkan bahwa praktik lancung ini diduga telah terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2009-2014), dan berlanjut pada masa Hanif Dhakiri (2014-2019), hingga Ida Fauziyah (2019–2024). Kedelapan tersangka dalam kasus pemerasan RPTKA Kemenaker ini telah ditahan oleh KPK sejak Juli 2025.