Faktabandung.id, NASIONAL – Wacana penguatan program transmigrasi kembali digulirkan oleh pemerintah, kali ini dengan fokus pada wilayah perbatasan negara. Langkah ini muncul di tengah masih hangatnya perdebatan publik dan sejumlah penolakan terhadap program serupa yang dinilai kerap menyisakan persoalan sosial dan agraria di masa lalu.
Wakil Menteri Transmigrasi (Wamentrans), Viva Yoga Mauladi, menyatakan bahwa penguatan kawasan transmigrasi di perbatasan adalah jawaban untuk menjaga kedaulatan NKRI. Menurutnya, kegagalan mengelola wilayah perbatasan secara maksimal menjadi pelajaran dari lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan.
“Pentingnya memperkuat kawasan transmigrasi di perbatasan dengan tujuan untuk menjaga wilayah negara dari kemungkinan pergeseran patok batas atau klaim sepihak negara lain,” ujar Viva Yoga usai menerima kunjungan Bupati Sambas, Satono, di Kantor Kementrans, Jakarta, (6/10/2025).
Pernyataan ini menegaskan kembali sikap pemerintah yang melihat transmigrasi sebagai benteng pertahanan. Namun, di sisi lain, hal ini memunculkan pertanyaan mendasar: apakah pendekatan yang sama akan mampu menjawab masalah-masalah kompleks yang selama ini membayangi program transmigrasi?
Untuk wilayah Sambas, Kalimantan Barat, yang berbatasan langsung dengan Malaysia, Kementrans bahkan telah menyiapkan dana APBN 2025 sebesar Rp5,15 miliar. Dana tersebut direncanakan untuk rehabilitasi sekolah dan perbaikan jalan, guna menopang kawasan transmigrasi Subah dan Gerbang Mas Perkasa yang sudah ada sejak 1982.
Pemerintah menjanjikan peningkatan ekonomi melalui komoditas unggulan daerah. “Jeruk sambas sangat populer dan banyak dijual di Pontianak,” ungkap Viva Yoga.
Meski demikian, sorotan tajam justru tertuju pada masalah klasik yang diakui sendiri oleh Wamentrans, yakni legalitas lahan. Persoalan Sertifikat Hak Milik (SHM) transmigran yang belum tuntas menjadi bukti bahwa program ini masih menyimpan potensi konflik.
“Masalah SHM ini kita koordinasikan dengan Kementerian ATR/BPN,” katanya. Ia pun mendesak pemerintah daerah untuk bergerak cepat. “Percepat sertipikasi SHM bagi lahan milik transmigran,” tegasnya.
Pengakuan ini seolah mengonfirmasi kekhawatiran banyak pihak bahwa tanpa penyelesaian akar masalah, terutama soal hak atas tanah dan dampak sosial bagi masyarakat lokal, program transmigrasi hanya akan mengulang persoalan lama. Publik pun menanti, apakah gelontoran dana miliaran rupiah kali ini benar-benar akan membawa solusi atau justru membuka babak baru dari kontroversi yang belum usai.