LBH Yogyakarta Siap Terima Aduan Korban Keracunan Program Makan Bergizi Gratis di DIY

Petugas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Slipi, Palmerah, Jakarta Barat tengah mempersiapkan menu Makan Bergizi Gratis. (Dok. Ist)

Faktabandung.id, NASIONAL – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menyatakan kesiapannya untuk menerima aduan dari para korban keracunan makanan yang terjadi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di beberapa kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). LBH Yogyakarta membuka pintu bagi siapa saja yang merasa dirugikan untuk mencari keadilan.

Direktur LBH Yogyakarta, Julian Dwi Prasetya, menegaskan, “Kami terbuka kalaupun misalnya ada korban yang mau melapor, LBH Yogya siap menerima itu.” Ia juga tidak menutup kemungkinan untuk membuka pos aduan khusus jika jumlah korban keracunan semakin meluas.

“Kalau sekarang belum, tapi kami enggak menutup kemungkinan kalau memang korbannya juga masif,” tambahnya.

Julian menjelaskan, salah satu fokus LBH Yogyakarta adalah menangani kasus-kasus struktural yang berkaitan dengan hak asasi manusia (HAM). Dari perspektif ini, kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis dinilai memiliki dimensi pelanggaran HAM.

“Jadi ada dimensi yang sifatnya pasif maupun aktif. Misalnya soal kelalaian itu kan dimensinya pasif, atau terjadinya pembiaran. Orang ternyata keracunan enggak diapa-apain, itu termasuk pembiaran,” ujarnya.

Sementara itu, pemberian makanan yang tidak layak konsumsi dapat dikategorikan sebagai pelanggaran aktif. “Kedua-duanya tetap masuk ke dimensi pelanggaran,” ucap Julian.

Menurut Julian, masyarakat memiliki beberapa opsi jalur hukum jika merasa dirugikan. Ini meliputi laporan pidana, gugatan perdata untuk tuntutan ganti rugi, maupun gugatan administrasi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Kalau misalnya mau melapor secara pidana atas dugaan individu, atau misalnya mau menuntut ganti rugi melalui gugatan perdata, atau misalnya menggugat perbuatan melawan hukum secara administrasi melalui PTUN,” tuturnya.

Jalur PTUN, kata Julian, bisa ditempuh jika ada kesalahan dalam ranah kelembagaan. “Misalnya secara institusi memang ada kesalahan, gitu. Mereka nggak membuat SOP yang jelas, standar, evaluasinya nggak jelas, monitoringnya nggak ada. Nah, itu kan bisa dianggap sebagai kesalahan secara institusi atau secara struktur,” jelasnya.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY telah melakukan kajian mengenai kemungkinan penetapan kejadian luar biasa (KLB) program MBG setelah insiden keracunan massal yang menimpa ratusan siswa. Kasus keracunan ini dilaporkan terjadi di Kabupaten Sleman (393 siswa sejak Agustus 2025), Kulon Progo (497 siswa), dan Gunungkidul (19 siswa).

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, menduga kasus keracunan ini muncul karena penyedia jasa katering terpaksa memasak sejak dini hari akibat jumlah pesanan yang melebihi kapasitas.

“Mungkin masaknya jam setengah dua pagi. Kalau sayur (dimasak) jam setengah dua pagi, baru dimakan jam delapan atau jam 10 ya mesti layu (basi),” ujarnya.

Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, Sultan menilai tenaga memasak di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) harus ditambah agar makanan tidak disiapkan terlalu dini dan kualitasnya tetap terjaga. Pengawasan program Makan Bergizi Gratis perlu ditingkatkan demi kesehatan anak-anak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *