Faktabandung.id, NASIONAL – Tuntutan perlindungan hukum dan kepastian izin bagi penambang rakyat di Kalimantan Barat (Kalbar) secara resmi telah disampaikan kepada DPR RI. Delegasi DPRD Kalbar yang dipimpin oleh Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Agus Sudarmansyah, bersama para pimpinan dewan, bertemu dengan anggota DPR RI dapil Kalbar di Jakarta.
Mereka meminta pemerintah pusat, melalui DPR RI, untuk segera memberikan payung hukum yang jelas agar masyarakat penambang rakyat tidak lagi menjadi korban ketidakjelasan regulasi.
“Kami minta DPR RI segera mengatur perlindungan hukum dan memberikan kepastian izin bagi masyarakat yang menambang di tanah ulayat atau wilayah pertambangan rakyat. Mereka bukan kriminal, mereka bagian dari ekonomi lokal yang butuh keadilan regulasi,” tegas Agus.
Namun, perlindungan ini tidak berlaku bagi tambang-tambang ilegal yang merusak lingkungan. DPRD Kalbar mendesak agar pemerintah dan aparat bertindak tegas terhadap para pelaku tambang nakal yang mencemari sungai dan merugikan masyarakat luas, terutama yang beroperasi meskipun sudah diberikan peringatan.
Agus juga memperjelas perbedaan antara penambang rakyat dan tambang ilegal,
“Ada perbedaan antara masyarakat yang bertahan hidup dengan cara tradisional di tanah leluhur mereka, dan pelaku tambang nakal yang rakus, merusak hutan, dan mengabaikan keselamatan rakyat. Yang pertama harus dilindungi, yang kedua harus ditertibkan bahkan ditindak tegas.”
Pemerintah Daerah Mengakui Dilema, Menunggu Pelimpahan Kewenangan Izin dari Pusat
Sementara itu, Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus Kurniawan, menyebut aktivitas PETI sebagai buah simalakama. Ia mengakui bahwa PETI telah menjadi sumber penghidupan bagi ratusan ribu keluarga di Kalbar. Namun, ia juga menyadari dampaknya yang merusak lingkungan dan berpotensi menimbulkan konflik.
“Ini dilema. Di satu sisi, PETI merusak lingkungan dan berpotensi menimbulkan konflik. Di sisi lain, masyarakat mengantungkan hidup dari sana,” ujar Krisantus.
Menurut Krisantus, saat ini pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengatur atau memberikan izin tambang rakyat, sehingga pengawasan dan pengendalian menjadi sangat terbatas.
“Kita belum diberi hak atau kewenangan untuk memberi izin. Jadi, sulit bagi kami untuk mengendalikan aktivitas ini secara hukum dan teknis,” jelasnya.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah pusat untuk segera melimpahkan kewenangan perizinan di sektor pertambangan, perkebunan, dan pertanian kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, pemerintah lokal dapat mengelola aktivitas tambang rakyat secara legal, aman, dan ramah lingkungan.
Krisantus juga menyoroti potensi ekonomi besar dari sektor ini jika dikelola dengan baik, “Bayangkan, ratusan ribu keluarga bergantung pada tambang rakyat. Jika dikelola secara legal, jelas ini dapat menjadi sumber pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat.”
Ia pun menegaskan kesiapan pemerintah daerah untuk mengelola sektor ini, asalkan diberi kewenangan yang diperlukan,
“Kami siap mengelola. Tapi beri kami alatnya yakni berupa kewenangan.”
Desentralisasi ini diharapkan dapat membuat kebijakan lebih responsif terhadap kondisi lokal dan kebutuhan masyarakat.