Faktabandung.id, INTERNASIONAL – Harapan untuk mengakhiri konflik di Gaza kembali meredup setelah Amerika Serikat (AS) memutuskan keluar dari meja perundingan gencatan senjata. Langkah ini menyusul keputusan Israel yang lebih dulu menarik tim negosiatornya dari Doha, Qatar.
AS secara terbuka menyalahkan Hamas sebagai penyebab kegagalan tercapainya kesepakatan damai. Washington kini menegaskan akan mempertimbangkan opsi alternatif untuk menyelesaikan krisis yang telah berlangsung berbulan-bulan ini.
Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, menuduh Hamas tidak menunjukkan iktikad baik selama proses negosiasi.
“Tanggapan Hamas jelas menunjukkan kurangnya keinginan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza,” kata Witkoff seperti dikutip oleh AFP, Jumat (25/7).
Menurut Witkoff, AS akan segera memulangkan timnya dari Qatar dan mulai menjajaki jalur lain.
“Washington sekarang akan mempertimbangkan opsi alternatif untuk memulangkan para sandera Israel, serta mencoba menciptakan lingkungan yang lebih stabil bagi rakyat Gaza,” lanjutnya.
Di sisi lain, sebuah sumber dari Palestina yang dekat dengan proses perundingan mengungkap bahwa tanggapan yang diberikan Hamas sebenarnya berisi usulan amandemen. Usulan tersebut mencakup klausul vital mengenai mekanisme masuknya bantuan kemanusiaan, peta penarikan mundur tentara Israel, serta jaminan konkret untuk memastikan perang benar-benar berakhir secara permanen.
Para mediator di Qatar telah bekerja tanpa henti selama lebih dari dua minggu, mencoba menengahi perundingan tidak langsung antara Israel dan Hamas. Namun, upaya tersebut kini menemui jalan buntu.
Meskipun menarik negosiatornya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim pemerintahannya masih terus mengupayakan tercapainya kesepakatan. Namun, ia kembali menggunakan dalih lama dengan menuding Hamas sebagai pihak yang menghalangi kesepakatan.
Kegagalan perundingan ini terjadi di tengah krisis kemanusiaan yang mengerikan, di mana lebih dari dua juta warga Gaza menghadapi kelaparan massal akibat blokade Israel yang mempersulit masuknya bantuan. Di tengah situasi ini, kebutuhan akan gencatan senjata Gaza menjadi semakin nyata.
Pemerintah Israel secara konsisten menolak tuduhan bahwa mereka bertanggung jawab atas krisis kelaparan tersebut. Mereka justru menuding Hamas mencegah distribusi pasokan dan menuduh badan-badan bantuan internasional gagal dalam penyaluran bantuan.
Tudingan ini dibantah oleh lembaga internasional. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara tegas menyebut kelaparan yang terjadi di Gaza sebagai “bencana buatan manusia”.
Pernyataan senada datang dari Prancis, yang menyalahkan blokade Israel terhadap bantuan kemanusiaan sebagai pemicu utama kelaparan massal di wilayah kantong tersebut.
Badan-badan bantuan global juga mengungkap fakta di lapangan. Mereka menyatakan bahwa bantuan sangat sulit masuk ke Gaza karena izin yang dikeluarkan oleh Israel masih sangat terbatas. Selain itu, koordinasi untuk memindahkan truk bantuan dengan aman di zona perang aktif menjadi tantangan terbesar.
Menurut data terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza, agresi Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 59.000 warga Palestina. Sebagian besar korban adalah warga sipil, dengan mayoritas merupakan perempuan dan anak-anak.