Guru Honorer SDN 4 Baito Mengaku Tertekan Selama Proses Damai yang Diinisiasi Bupati Konawe Selatan

Reaksi para pemain Jepang saat pertandingan sepak bola kualifikasi Asia Piala Dunia FIFA 2026 antara Arab Saudi dan Jepang di King Abdullah Sports City di Jeddah pada 10 Oktober 2024. Foto : Istimewa

FAKTA GRUP – Supriyani, seorang guru honorer di SDN 4 Baito, mengungkapkan perasaan tertekannya saat terlibat dalam proses mediasi yang difasilitasi oleh Bupati Konawe Selatan (Konsel), Surunuddin Dangga. Proses tersebut diadakan di Rumah Jabatan (Rujab) Bupati, dengan tujuan untuk mendamaikan Supriyani dengan keluarga terduga korban berinisial D (8), yang terkait dengan sebuah peristiwa yang tengah diperkarakan.

Kepada wartawan yang ditemui pada Kamis (7/11) di Konsel, Supriyani menceritakan bahwa dirinya dipanggil langsung oleh Bupati untuk bertemu dengan orang tua korban. Dalam pertemuan tersebut, Bupati Surunuddin meminta agar keduanya melakukan permintaan maaf dan menyelesaikan masalah tersebut secara damai. Namun, Supriyani menegaskan bahwa hal tersebut bukan berarti dia mengakui kesalahan.

“Saya dibawa ke Rujab untuk bertemu dengan orang tua korban, dan di situ Bupati menjelaskan bahwa tujuan pertemuan ini adalah untuk permintaan maaf dan mengatur perdamaian, tetapi itu bukan berarti saya mengakui kesalahan saya,” kata Supriyani dengan tegas.

Menurut penuturan Supriyani, pertemuan tersebut melibatkan tim kuasa hukum Supriyani, Samsuddin, yang juga hadir di lokasi. Dalam percakapan itu, Supriyani diarahkan untuk mempertimbangkan opsi perdamaian yang ditawarkan, sementara ia memilih untuk menyerahkan keputusan tersebut kepada pengacaranya.

“Saya disuruh mempertimbangkan perdamaian ini, dan saya serahkan sepenuhnya kepada pengacara saya untuk mengambil keputusan,” ujarnya.

Supriyani juga menjelaskan bahwa ketika menandatangani surat perdamaian tersebut, dirinya tidak membaca secara langsung isi surat tersebut. Surat itu, menurutnya, telah disiapkan oleh pengacaranya, Samsuddin, yang kemudian meminta dirinya untuk menandatanganinya.

“Pengacara saya yang mengetikkan surat itu, saya tidak membaca isinya karena saya sudah serahkan semua kepada pengacara. Saya hanya diminta untuk tanda tangan,” katanya.

Selama pertemuan tersebut, Supriyani mengaku merasakan tekanan, merasa seolah-olah diharuskan untuk menyetujui perdamaian demi mempercepat penyelesaian masalah yang tengah dihadapinya. Namun, ia berharap agar langkah ini bisa menjadi bagian dari proses hukum yang lebih jelas, dan bisa menjadi pertimbangan hakim dalam persidangan yang digelar pada hari itu.

“Iya, saya merasa tertekan. Tapi tujuan saya datang ke sana memang supaya masalah ini segera selesai. Semoga ini bisa menjadi pertimbangan dalam persidangan yang digelar hari ini,” tuturnya.

Dengan adanya mediasi tersebut, Supriyani berharap masalah yang sedang ia hadapi bisa segera mendapatkan titik terang, dan proses hukum berjalan lancar sesuai dengan aturan yang berlaku.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *