Tim Hukum Jessica Temukan Bukti Baru, Rekaman CCTV di Kafe Olivier Hilang 100 Frame

Ilustrasi Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal di Malaysia. Foto : Istimewa

FAKTA GRUP – Pakar forensik digital, Rismon Hasiholan Sianipar, mengungkapkan bahwa rekaman CCTV yang dijadikan alat bukti dalam kasus pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin, dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso, telah mengalami distorsi hingga 89,6 persen.

Menurut Rismon, distorsi tersebut terjadi akibat adanya manipulasi dan rekayasa yang dilakukan menggunakan perangkat lunak gratis, yang berdampak pada perubahan dimensi dan laju frame rekaman.

“Rekaman yang disajikan dalam persidangan hanyalah informasi yang tersisa sebesar 10,4 persen,” jelas Rismon dalam sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin.

Distorsi tersebut, lanjutnya, terungkap dari analisis dua ahli dalam persidangan sebelumnya, Muhammad Nur Al-Azhar dan Christopher Hariman Rianto, pada rekaman CCTV nomor 9 di Kafe Olivier, Grand Indonesia, yang merupakan tempat kejadian perkara.

Dalam analisis mereka, ditemukan bahwa rekaman CCTV tersebut berisi 50.810 frame, padahal metadata dokumen menunjukkan seharusnya ada 50.910 frame. Rismon pun mempertanyakan hilangnya 100 frame tersebut.

Selain itu, ia juga menyoroti penurunan laju frame per detik, dari 25 frame menjadi 10 frame per detik, yang turut menyebabkan distorsi.

“Hilangnya 100 frame dengan laju 10 frame per detik berarti ada sekitar 10 detik video yang sengaja dihapus antara pukul 15.35 WIB hingga 15.59 WIB dari rekaman CCTV channel 09,” tambahnya.

Rismon menegaskan bahwa berbagai distorsi ini memengaruhi informasi yang ditangkap dalam video, termasuk pergerakan Jessica dan tampilan kopi yang diantar oleh pramusaji.

Kesaksian Rismon dihadirkan oleh tim kuasa hukum Jessica Wongso untuk memperkuat permohonan peninjauan kembali.

Jessica sendiri, meskipun telah bebas bersyarat, tetap mengajukan permohonan PK karena merasa tidak bersalah dan berharap Mahkamah Agung (MA) menyatakan dirinya bebas dari tuduhan pembunuhan.

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (29/10), kuasa hukum Jessica, Andra Reinhard Pasaribu, menyatakan bahwa rekaman CCTV yang digunakan sebagai alat bukti telah dimanipulasi dan bahwa penyitaannya tidak sesuai prosedur.

“Keputusan dari peradilan tingkat pertama hingga PK dalam perkara ini harus dibatalkan karena didasarkan pada alat bukti yang tidak sah,” tegas dia.

Sejak awal, tim kuasa hukum Jessica telah menyatakan bahwa rekaman CCTV yang diputar di persidangan telah diedit. Namun, pada saat itu mereka tidak memiliki bukti untuk mendukung klaim tersebut, sehingga hakim mengabaikannya.

Kini, tim hukum Jessica menemukan potongan rekaman yang membuktikan bahwa rekaman CCTV tersebut tidak utuh, yang menurut mereka, menyebabkan kesalahan dalam pengambilan kesimpulan di persidangan sebelumnya.

Helmi Bostam, yang menemukan potongan rekaman CCTV tersebut, telah disumpah sebelum memori PK dibacakan di persidangan.

Sementara itu, Jessica secara resmi dinyatakan bebas bersyarat oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM pada 18 Agustus 2024.

Namun, sebagai terpidana yang mendapat bebas bersyarat, Jessica masih harus menjalani masa pembimbingan dan wajib melapor hingga 2032.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *